SEMARANG | GISTARA.COM – Aula Pusparaja Badiklat Hukum Jawa Tengah pagi itu terasa berbeda. Suasana hangat pegawai bercampur hening penuh perhatian. Dalam kegiatan Coffee Morning yang dihadiri seluruh pegawai dan pejabat manajerial, Widyaiswara Badiklat, Dr. Muh Khamdan, tampil bukan sekadar sebagai penyampai materi, melainkan sebagai inspirator. Ia menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya resiliensi bagi ASN, terutama dalam mewujudkan cita-cita besar Robust ASN 2030.
“Resiliensi bukan sekadar bertahan dalam derita,” ujar Khamdan membuka refleksinya. “Ia adalah kemampuan untuk beradaptasi, menemukan jalan keluar, dan tumbuh di tengah kesulitan.” Nada bicaranya tenang, tetapi setiap kata menembus kesadaran para peserta yang hadir. Di tengah dinamika birokrasi yang seringkali penuh tekanan, pesannya terasa releva, bahwa ASN yang kuat bukanlah yang kebal terhadap masalah, melainkan yang mampu menata ulang diri setelah terjatuh.
Khamdan menegaskan, semangat ketangguhan itu sejalan dengan nilai-nilai budaya kerja BerAKHLAK, yang kini menjadi fondasi perilaku ASN di seluruh Indonesia. Dalam konteks itu, resiliensi bukan sekadar kemampuan individu, melainkan cerminan. karakter ASN yang adaptif, kolaboratif, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berintegritas. “Kompetensi adaptif adalah ruh ASN masa depan,” ujarnya, “dan resiliensi adalah napasnya.”
BACA JUGA: Peduli Penyiaran, Mas Wiwit Dapat Anugerah KPID Award 2025
Menariknya, Khamdan tidak hanya berbicara dalam kerangka teori. Ia mengaitkan pesan resiliensi dengan nilai-nilai spiritual lintas agama. Dari Islam, ia mengutip ayat inna ma’al ‘usri yusra. Sesungguhnya setelah kesulitan akan datang kemudahan. Dari kekristenan, ia menyebut penggalan ajaran bahwa “Penderitaan menghasilkan ketekunan, ketekunan melahirkan tahan uji, dan tahan uji menumbuhkan pengharapan. Dua dalil yang berasal dari dua keyakinan berbeda itu justru memperkuat satu makna universal manusia tumbuh melalui ujian.
“Resiliensi adalah bahasa universal,” kata Khamdan. “Tidak peduli apa latar belakang kita, setiap manusia dipanggil untuk bangkit.” Kalimat itu disambut anggukan para pegawai. Ada yang mencatat, ada pula yang tampak termenung, mungkin teringat pada perjalanan pribadi mereka melewati berbagai tekanan dalam pekerjaan maupun kehidupan.

Muh Khamdan
Khamdan kemudian berbagi pengalaman yang memperkaya makna resiliensi baginya. Pada akhir Oktober 2025 kemain, bersama tim Badiklat Hukum Jateng berkunjung ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Kawasan yang kini menjadi simbol transformasi Indonesia. Di sana, katanya, ia melihat semangat luar biasa dari para pekerja dan aparatur yang membangun kota baru di tengah berbagai keterbatasan. “Saya belajar banyak di IKN,” ucapnya. “Di tengah tanah yang belum sempurna infrastrukturnya, saya melihat keteguhan hati dan semangat pantang menyerah. Itulah wajah resiliensi sejati.”
Baginya, resiliensi bukan semata kemampuan teknis, melainkan kualitas batin yang menyatu dengan kecerdasan emosional dan spiritual. ASN yang resilien adalah mereka yang mampu menjaga keseimbangan antara logika dan empati, antara inovasi dan kepedulian. “Kita tidak bisa berbicara tentang birokrasi modern tanpa manusia yang sehat secara mental dan berjiwa besar,” ujarnya menegaskan.
Ia mengingatkan, tekanan dalam dunia kerja bukan musuh, melainkan pelatih. Tekanan membentuk pola pikir tangguh, memperkuat ketahanan moral, dan mematangkan kepekaan sosial. Dalam pandangannya, ASN perlu membangun budaya organisasi yang tidak menekan, tetapi menumbuhkan. “Lingkungan kerja yang toksik hanya akan melahirkan kepatuhan semu,” katanya, “sementara lingkungan yang sehat akan melahirkan inovasi sejati.”
Di penghujung acara, suasana terasa lebih hangat dan reflektif. Khamdan menutup dengan pesan sederhana namun kuat: “Resiliensi adalah perjalanan tanpa akhir. Ia bukan tentang menang hari ini, tetapi tentang terus bertahan, belajar, dan berbagi kekuatan.” Kata-kata itu bergema di ruang aula yang kini dipenuhi semangat baru.
Bagi para peserta Coffee Morning, pesan itu bukan sekadar motivasi, tetapi cermin yang memantulkan kembali jati diri ASN, sebagai pelayan publik yang tangguh, berintegritas, dan penuh harapan. Di bawah cahaya lembut pagi Pusparaja, semangat Robust ASN 2030 terasa bukan lagi sekadar slogan, melainkan tekad yang hidup dalam diri setiap insan Badiklat Hukum Jawa Tengah. (AD)