
RUTIN – Kepahlawanan Ratu Kalinyamat, Ali Romdhoni (dosen dan peneliti dari Universitas Wahid Hasyim Semarang) bersama Tim Suluk Mantingan mulai dari Sutarya, Ali Burhhan, Ki Hendro Suryo Kartika, dan tim lainnya hadir di acara Suluk Mantingan Ahad malam Senin (13/11/2022) di kompleks Makam Sultan Hadlirin.
JEPARA | GISTARA.com – Ratu Kalinyamat tahun ini gagal diangkat Presiden RI Joko Widodo menjadi pahlawan nasional. Demikian masyarakat Jepara dan tokoh sejarah Indonesia tetap mengakui Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional. Ratu Kalinyamat berhasil mempertahankan nusantara dari jajahan Portugal.
Menurut Ali Romdhoni (dosen dan peneliti dari Universitas Wahid Hasyim Semarang) Ratu Kalinyamat secara gagah berani melawan Portugal. Ratu Kalinyamat bahkan tak sekali melakukan penyerangan tapi beberapa kali.
Hal itu terungkap dalam diskusi Suluk Mantingan yang diadakan oleh PC Lesbumi NU Jepara Ahad malam Senin (13/11).
Ali Romdhoni menjelaskan Ratu Kalinyamat merupakan putri dari Sultan Trenggono. Pemimpin wanita yang tangguh. Beliau adalah seorang Sultana dari Jepara yang mampu menyatukan berbagai kekuatan militer laut di nusantara untuk menghalau kekuasaan Portugis di Malaka.
”Oleh karena ketangguhan beliau maka tidaklah berlebihan kalau kita menjuluki beliau sebagai Sang Naga Samudra, yang artinya seorang wanita pemberani yang menguasai lautan,” jelas Dhoni.
BACA JUGA: Santri Harus Melek Digital (Suluk Mantingan 7)
Penulis buku Istana Prawoto ini menguraikan meskipun Ratu Kalinyamat bergelar sultana dan merupakan putri dari Sultan Trenggono pemimpin kerajaan Demak, beliau justru berperan menjadi jantung pertahanan Demak. Sekaligus musuh bebuyutan Portugis.
”Ini tercatat pada catatan pelaut-pelaut Portugis. Selain menjadi sultana beliau juga merupakan seorang muslimah yang taat karena berguru dengan Sunan Kudus dan sunan Kalijaga,” tandasnya.
Demak Bintara merupakan kerajaan yang mewarisi perpaduan tiga darah biru, yaitu darah keturunan Rasulullah, darah keturunan Champa, dan darah keturunan Majapahit.
”Oleh karena mewarisi keturunan tiga darah biru tersebut, tidak heran para keturunan Demak termasuk Ratu Kalinyamat menjadi pemimpin yang unggul dan memiliki sisi spiritualitas yang mumpuni,” tegasnya.
Akademisi dari Unisnu Jepara sekaligus Ketua Yayasan Sultan Hadirin Sutarya menambahkan semangat perjuangan dari Ratu Kalinyamat tidak hanya unggul dari segi kepemimpinan militernya saja, akan tetapi keunggulan pada aspek kesenian. Ini terbukti dengan megahnya arsitektur dan artefak yang masih bisa kita lihat di Masjid Mantingan. Seni ukir juga sangat maju di era Kalinyamat.
BACA JUGA: Suluk Mantingan 6 Bertajuk Kartini Adalah Santri
Sutarya juga menekankan meskipun tahun ini Ratu Kalinyamat belum bisa dinobatkan sebagai pahlawan nasional, jangan berkecil hati. ”Semangat dan perjuangan beliau dalam berkesenian harus kita warisi. Meskipun sudah lebih dari lima abad berlalu,” tandasnya.
Diskusi Suluk Mantingan yang kedelapan bertema “Ratu Kalinyamat Sang Naga Samudra”. Selain itu turut hadir ketua divisi riset Lesbumi Jepara Ali Burhan, dan Dalang muda sekaligus Dewan Pembina Kebudayaan Lesbumi, Ki Hendro Suryo Kartika.
KI Soleh Ronggowarsito membuka diskusi dengan tembang Suluk Asmarandana dengan judul Ratu Kalinyamat Sang Naga Samudra. Ali Burhan kemudian menyambung diskusi dengan pemaparan naskah sastra tentang Ratu Kalinyamat yang telah dipentaskan pada hari pahlawan di Pesantren Lembah Manah Langon. “Naskah sastra ini merupakan naskah yang bersumber dengan sejarah yang autentik, jadi tidak asal dongeng saja,” jelas Ali Burhan.
Menutup diskusi Ki Hendro Suryo Kartika menyenandungkan do’a dan harapan kepada para peserta diskusi Suluk Mantingan untuk tetap beristiqomah dalam berkesenian dan berkebudayaan. Oleh karena kesenian dan kebudayaan merupakan benteng tangguh untuk menjaga keutuhan negara dan agama kita. (Red/Gistara)