UNGARAN | GISTARA.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menyebut kasus korupsi di tingkat desa cukup tinggi. Terlebih pada tahun 2021 lalu, dimana pemerintah banyak mengucurkan bantuan baik tunai maupun non tunai kepada pemerintah desa untuk penanganan pandemi Covid-19.
Hal itu mencuat saat kegiatan media briefing yang dilaksanakan oleh KPK RI tentang launching Desa Antikorupsi Tahun Anggaran 2022 di pendapa kantor desa Banyubiru, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Senin. (28/11/2022).
Dijelaskan oleh Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK RI, Brigjen Pol Kumbul Kuswidjanto Sudjadi perilaku korupsi yang dilakukan di lingkungan pemerintahan desa acapkali disebabkan tata kelola pengelolaan keuangan yang tidak transparan.
“Misalnya terkait bantuan penanganan pandemi Covid-19 kemarin, dimana pemerintah menyalurkan anggaran sebesar Rp 1 miliar. Ini yang rawan terjadi penyelewengan sehingga melahirkan tindak korupsi,” ucapnya.
BACA JUGA: Jamin Keselamatan Kerja, Nelayan Rawapening Dapat Asuransi dan Jaket Pelampung
Menurut Kumbul, sampai saat ini sudah ada 601 kasus korupsi di tingkat desa yang ditangani oleh KPK. Dari jumlah itu, 686 orang telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka.
“Memang tidak semua kasus korupsi ditangani KPK, misalnya yang melibatkan kepala desa. Itu langsung ditangani penegak hukum yakni kejaksaan dan kepolisian. Namun, fakta ini tentu membuat kami prihatin dan perlu melakukan upaya preventif yang masif,” ujarnya.
Tindakan preventif yang dimaksudkan adalah melalui edukasi, pencegahan dan penegakan hukum. Ia menganalogikan tiga strategi itu seperti senjata trisula, dimana ketiga ujungnya harus tajam.
“Makanya kita libatkan seluruh elemen masyarakat untuk pencegahan. Termasuk kerjasama dengan Inspektorat tingkat Kabupaten/ Provinsi serta mencetak penyuluh antikorupsi yang kami didik di seluruh wilayah Indonesia,” terangnya.
Diharapkan dengan strategi tersebut, Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) dapat meningkat. Artinya, sikap masyarakat untuk tidak melakukan tindak korupsi semakin baik.
“Itu salah satu tugas penyuluh antikorupsi yang saat jumlahnya ada sekitar 2.500 orang, yakni menyosialisasikan pencegahan korupsi,” paparnya.
BACA JUGA: Harga Tomat di Kabupaten Semarang Melonjak, Petani Tetap Gigit Jari
Sementara Kepala Desa Banyubiru Sri Anggoro Siswaji menyatakan, sebagai langkah pencegahan pihaknya telah menerapkan sistem cashless atau non tunai untuk penyaluran segala bentuk bantuan melalui rekening pribadi keluarga penerima manfaat (KPM).
“Usulan siapa saja sasaran KPM juga berasal dari masyarakat langsung, kita libatkan Ketua RT dan RW sebagai verifikator sehingga transparan dan tidak timbul persepsi macam-macam,” urainya.
Kemudian secara berkala pihaknya juga melakukan survei kepada masyarakat desanya terhadap tingkat kepuasan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah desa. Hasil survei itu digunakan untuk sarana evaluasi dan pembenahan layanan.
“Selama ini seluruh layanan kami berikan secara gratis, tidak dipungut biaya. Jika ada temuan pungutan biaya, kami persilakan untuk membuat aduan yang akan direspon langsung oleh KPK,” pungkasnya. (Arief/ Gistara)