KABAR resesi disampaikan Presiden RI Jokowi dalam beberapa kesempatan. Dari penelusuran redaksi gistara.com dengungan resesi ini sudah disampaikan presiden setengah tahun lalu saat Pengarahan Presiden kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pangdam dan Kapolda di JCC, Jakarta, dikutip Jumat (30/9/2022)
”Hati-hati ketidakpastian ini. Mengenai ketidakpastian ini. Dan tiap hari kita selalu diingatkan dan kalau kita baca baik di media sosial di media cetak, di media Online semuanya mengenai resesi global. Tahun ini sulit dan tahun depan sekali lagi saya sampaikan akan gelap. Dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa sekuat apa tidak bisa dikalkulasi,” kata Jokowi saat itu.
Belum 2023, resesi itu benar-benar telah terasa. Tak terkecuali usaha-usaha di Jepara. Mulai dari pabrik berskala internasional hingga usaha kecil.
Resesi ini diakibatkan kondisi ekonomi benua Eropa tak stabil hingga mengakibatkan atau merembet ke seluruh dunia. Tak lain itu dampak dari perang Ukraina – Rusia. Perang itu berimbas sanksi Eropa terhadap Rusia. Merembet embargo minyak dan gas dari Rusia ke negara-negara Uni Eropa.
BACA JUGA: Lenyapnya BBM Murah Vivo, Gaji Tinggi “Mereka”, dan Kami yang UMR (Catatan Redaksi)
Di Jepara dampak itu sudah dirasakan. Data Dinas Koperasi, UKM, dan Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (DinkopUKMnakertrans) Jepara perusahaan yang melakukan ekspor ke sejumlah negara merugi 50 persen (November 2022). Seperti berkurangnya jumlah orderan. Karenanya, beberapa perusahaan menetapkan strategi seperti pengurangan jam kerja dan tidak dilanjutkannya kontrak karyawan. Itu terjadi di pabrik sepatu dan garmen, juga pabrik padat karya lainnya.
Informasi diterima redaksi pabrik sepatu di daerah Batealit sudah me-PHK sekitar 200 karyawannya.
Tak hanya berdampak di Jepara, pabrik padat karya di Pati dan Rembang juga sama. Dampak resesi mengakibatkan keuntungan turun drastis hingga lebih dari 50 persen. Pabrik-pabrik di daerah itu terpaksa mem-PHK atau mengurangi jam kerja.
BACA JUGA: Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan Cara Memperingatinya di Indonesia (Catatan Redaksi)
Resesi ini tak hanya dirasakan pabrik-pabrik padat karya, tetapi juga sektor mebel.
Informasi lainnya, perusahaan ekspor mebel ke negara Eropa seperti Inggris terpaksa menyimpan barangnya. Lantara beberapa buyer tidak bisa membayar. Laporan masuk ke Gistara, eksportir mebel memilih negara-negara di sekitar Asia Timur, Asia Tengah, dan Amerika.
Di Rembang pabrik ekspor pengolahan ikan mengalami hal sama.
Pasar mebel lokal ternyata menjadi penolong usaha kecil dalam kondisi seperti itu. Jumlah penduduk Indonesia yang besar membuat pasar lokal agak membantu.
Pengusaha mebel dan furnitur kecil kepada Gistara mengaku jika pasar lokal lebih stabil. Walaupun permintaan tak banyak seperti ekspor. Pasar mebel dan furnitur di luar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, dan Indonesia Timur masih tinggi.
Bagaimanapun kondisi di atas merembet ke ekonomi bawah. Termasuk ke sektor pedagang kaki lima dan pedagang lainnya di pasar. Kondisi ekonomi lesu mengakibatkan permintaan di ekonomi paling bawah juga ikut turun dibandingkan ketika kondisi ekonomi global baik.
Bantuan tunai langsung yang digulirkan pemerintah cukup membantu perputaran ekonomi di tingkat bawah. Dampaknya tidak signifikan tapi tetap membantu.
Ada pelajaran penting kondisi di atas.
BACA JUGA: Hormat Kami untuk Merah-Putih, Merdeka!!! (Catatan Redaksi)
Usaha padat karya nyatanya ada sisi positif dan negatifnya. Suatu saat menjadi problem tentu jika tak dilakukan antisipasi. Yaitu gelombang PHK besar-besaran.
Mendatangkan pabrik-pabrik di Jepara bagian dari solusi membuka lowongan kerja. Setelah berdirinya pabrik itu puluhan ribu lowongan kerja dibuka. Lulusan-lulusan SMA atau sederajat jadi incaran pabrik-pabrik itu. Karyawan perempuan paling diminati pabrik-pabrik tersebut.
Berjalan sekitar lima sampai tujuh tahun, dampak sosial, ekonomi, psikologis mulai muncul di masyarakat.
Pertama, rekrutan karyawati ini menjadi kekhawatiran pabrik mebel, UKM Troso, dan sektor lainnya. Tenaga muda amplas berkurang. Begitu juga tenaga untuk menenun. Rata-rata kedua sektor itu mendapat tenaga tua. Misalkan mendapat tenaga muda pun, karena mereka tak mau bekerja di garmen atau padat karya lainnya. Akibat dari muncul image kurang baik terhadap pekerja padat karya atau kerja yang di bawah tekanan.
Kedua, dampak sosial yaitu isu-isu atau desas-desus pelecehan seksual. Misalkan kasus perselingkuhan antar pekerja atau mandor dengan pekerja. Sampai pada kasus perceraian yang meningkat. Karena perempuan bisa lebih mencari nafkah dibandingkan dengan laki-lakinya.
Ketiga, pergaulan yang tak terkontrol. Kos-kosan menjamur tidak dibarengi dengan kontrol baik dari pemerintah. Misalkan sidak dari Satpol PP atau aparat lainnya secara berkala jarang dilakukan.
BACA JUGA: Pembentukan PAC IKA PMII Se-Jepara Bikin Keder (Catatan Redaksi)
Tentu ada dampak lainnya lagi.
Pekerjaan rumah pemerintah yaitu bagaimana membuat usaha padat karya dengan usaha mebel di Jepara tetap berjalan baik. Setidaknya jika satu sektor lesu, maka sektor lainnya masih bisa jadi penopang.
Usaha khas atau kearifan lokal Jepara yaitu furnitur, troso, gerabah, pertanian, dan perikanan tetap berjalan. Tapi menjaga usaha padat karya tak terlalu dominan.
Lembaga kursus atau latihan kerja gratis tenun, ukir, dan pertukangan untuk pemuda-pemudi harus diberikan. Jika perlu masukkan ke kurikulum merdeka sebagai mata pelajaran lokal. Bupati dengan Dinas pendidikan Jepara harus berani melakukannya. Karena inilah identitas daerah.
Jika menjaga usaha / ekonomi kearifan lokal ini seimbang, dampak ekonomi terjadi di dunia tidak akan berdampak luar biasa kepada ekonomi Jepara (ataupun sebuah daerah). Karena soko ekonomi kuat. Karena itu pemerintah harus memberlakukan keadilan usaha. Jangan berat sebelah. (*)