Oleh: Subchan Zuhri
Tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 baru saja melewati tahapan pengundian dan penetapan nomor urut bagi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota.
Pengundian dan penetapan nomor urut ini dilakukan serentak di seluruh provinsi, kabupaten dan kota yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan.
Sekarang, semua calon kepala daerah tentu sudah resmi memiliki nomor urut yang akan dicantumkan dalam surat suara nanti. Sebagaimana dalam ketentuan pasal 7 ayat (2) PKPU Nomor 12 Tahun 2024, surat suara dalam pilkada nanti akan memuat foto pasangan calon, nama pasangan calon, dan nomor urut pasangan calon.
Ketiga unsur (foto, nama dan nomor urut) yang ada dalam surat suara itu tentu akan mengandung makna yang dapat memengaruhi pemilih dalam menentukan hak pilihnya.
Pernah ada pemilih dalam sebuah pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menentukan pilihan hanya berdasarkan foto calon yang dinilai cantik, meski tidak mengenal nama dan tak memedulikan nomornya.
Ada pula pemilih yang saat di Tempat Pemungutan Suara (TPS) bingung mau nyoblos calon mana, akhirnya tertarik dengan nama dan gelar yang tercantum dalam surat suara. Tentu yang memilih karena faktor demikian itu tidak banyak, tetapi faktanya ada.
BACA JUGA: Gus Nung-Mas Iqbal No.1, Wiwit-Hajar No.2
Yang ketiga, terkait nomor urut pasangan calon. Nomor urut ini kalau dalam pilkada sebenarnya tidak begitu menjadi pertimbangan pemilih. Sebab nomor berapapun desain surat suara yang ditetapkan KPU akan memosisikan pasangan calon yang sejajar. Tidak seperti surat suara dalam pemilihan calon DPD atau DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), di mana nomor urut akan menentukan posisi calon di dalam surat suara.
Tetapi nomor urut calon ini bagi sebagian kelompok pemilih khususnya pemilih yang sudah lanjut usia (lansia), akan menjadi pengingat di saat pemilih sudah berada di dalam bilik suara.
Pemilih kelompok lansia ini akan lebih mudah menghafal nomor urut dari pada mengingat gambar foto calon atau harus membaca nama calon yang panjang.
Oleh karenanya, nomor urut ini sering dipakai para calon dan tim kampanye untuk menjadikan sebagai materi sosialisasi atau kampanye dengan tujuan agar pemilih ingat dan tidak salah dalam mencoblos di TPS.
Calon dan tim kampanye akhirnya sering lupa bahwa menyampaikan visi misi dan program jauh lebih penting daripada menyampaikan nomor urut di setiap pertemuan maupun kampanye.
Bahkan, tak jarang nomor urut menjadi bahan yel-yel yang dinyanyikan berulang-ulang di setiap momen kampanye.
BACA JUGA: Setelah Ditetapkan, Daftar Pemilih Tetap Diumumkan ke Publik
Setelah pengundian dan penetapan nomor urut pasangan calon kepala daerah ini, tahapan selanjutnya adalah kampanye yang dimulai 25 September sampai 23 November. Berapapun nomor urutnya, diharapkan para kandidat akan lebih banyak mengeksplor visi misi dan programnya. Bahkan, beri ruang pula bagi pemilih untuk mendiskusikan, menguji dan mendebat visi misi kandidat itu.
Pilkada serentak 2024 ini merupakan yang kesekian kalinya digelar secara langsung sejak 2005 lalu. Mestinya kualitas berdemokrasi dalam Pilkada langsung ini akan semakin baik, bukan malah menunjukkan gejalan penurunan kualitas demokrasi di negeri ini.
Sebagai pemilih, perlu mendorong para kandidat dan tim pemenangannya untuk tidak sekadar mengumbar nomor urut yang hanya berupa angka-angka, namun meyakinkan pemilih melalui adu visi dan gagasan untuk memperbaiki daerahnya masing-masing.
Pada akhirnya, penulis ingin menggarisbawahi bahwa nomor urut pasangan calon itu boleh dianggap penting, tetapi jauh lebih penting menjadi pertimbangan memilih adalah kualitas dan kapasitas calon.
Masa kampanye yang hanya 60 hari ini harus dimanfaatkan untuk menimbang, membandingkan, dan menentukan siapa terbaik di antara calon-calon yang tentu saja baik.
Subchan Zuhri. Pegiat Pemilu dan Demokrasi LIDINA