KLATEN | GISTARA.com – Desa Birit Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten mencanangkan diri menjadi Desa Ramah Disabilitas, berkat dampingan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Ada sekitar 30 disabilitas yang tergabung dalam Komunitas Satu Hati, mendapat perhatian khusus dari pemerintah desa setempat.
Kepala Desa Birit, Sukadi Danang Witono mengatakan, pencanangan Desa Ramah Disabilitas dilakukan beberapa waktu. Hal itu berkat pendampingan dari pihak Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) Wilayah Klaten milik Pemprov Jateng.
“Ceritanya di sini ada Komunitas Satu Hati yang menjadi wadah teman-teman disabilitas. Lalu, kami mendapat pendampingan dari Belkesmas. Selama satu tahun kemudian muncul gagasan launching Desa Ramah Disabilitas,” ujarnya, Rabu (31/8/2022).
Menurut Sukadi, pencanangan Desa Ramah Disabilitas bukan slogan belaka. Pemerintah Desa Birit juga memberikan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada para difabel.
“Komunitas Satu Hati ini sebenarnya sudah lama ada. Nah, ketika saya menjadi kepala desa, saya tergugah untuk memikirkan ikut bergabung dengan teman disabilitas,” lanjutnya.
Diakui, tiap tahun pihaknya menganggarkan Rp15 juta untuk kegiatan para difabel. Tahun ini, anggaran untuk itu naik menjadi Rp20 juta.
“Kita anggarkan buat pelatihan-pelatihan, tapi sempat terhenti karena pandemi. Tahun ini kita anggarkan Rp20 juta, dibuat peternakan ayam,” tutur Sukadi.
Bukan hanya itu, pemdes juga memberikan kemudahan bagi difabel, khususnya sarana dan prasarana, termasuk poli kesehatan.
“Ada Polindes bagi kaum difabel. Dan, kalau mengurus administrasi, kami jemput bola. Kami yang datang ke rumah biar mudah,” terangnya.
Sukadi berharap, pencanangan Desa Ramah Disabilitas tersebut mampu menginspirasi daerah lain, agar memperhatikan para difabel di wilayah mereka.
Baca juga: Tingkatkan Prestasi Atlet Difabel, Purbalingga Cari Bibit Unggul
Anggota Komunitas Satu Hati, Sudarmono, mengaku menemukan semangat hidup setelah mengikuti komunitas tersebut. Ia menceritakan, nasih nahas dialami saat kecelakaan di Magelang 2012 lalu. Sudarmono mengalami luka parah hingga kehilangan kedua tangannya.
“Saya lima tahun kehilangan kepercayaan diri, saya hanya ingin mengakhiri hidup. Tapi setelah ketemu teman-teman di sini, dan juga ada wanita (istrinya sekarang) yang mau menerima saya, akhirnya saya semangat lagi,” kisahnya.
Kini, Sudarmono membuka usaha rempeyek yang diproduksi bersama istrinya. Dengan keterbatasan fisik, ia berkeliling menjajakan dagangannya memakai sepeda motor yang telah dimodifikasi.
“Alhamdulillah saya jualan rempeyek ini bareng istri,” jelasnya.
Cerita lain datang dari Sinung, seorang perempuan yang sehari-hari berada di atas kursi roda. Ia datang dari luar daerah untuk bergabung dengan penyandang disabilitas di Desa Birit.
“Iya di sini sering berkumpul. Rasaya senang karena bisa sharing. Dan, saya juga bertemu jodoh di sini,” ungkapnya.
Dikatakan, Komunitas Satu Hati yang didirikan oleh Nina Kusumawati telah mendapat dukungan dari Pemerintah Desa Birit.
“Tiap satu bulan sekali ada pertemuan. Mulai sharing, tes kesehatan, dan pemberian nutrisi gratis, sampai pelatihan-pelatihan usaha,” tandasnya. (Diskominfo Jateng/Gistara)