Oleh : Bandung Mawardi
PADA 31 Oktober 2022, Balai Bahasa DIY mengadakan acara peluncuran Kamus Bahasa Jawa-Indonesia edisi digital. Ikhtiar mengajak publik menggandrungi bahasa Jawa dengan cara melacak kata dan mengetahui pengertian. Mereka tak diharuskan membeli atau memiliki kamus biasa dicetak: tebal dan besar. Kamus digital diharapkan berfaedah bagi orang-orang bergawai.
Peluncuran edisi digital lanjutan dari penerbitan edisi cetak Kamus Bahasa Jawa-Indonesia (2021). Kamus disusun dalam waktu lama, membuktikan keinginan mengajak publik mahir berbahasa Jawa dan mengetahui pengertian dalam bahasa Indonesia. Kamus itu kita buka saat berpikiran Kongres Kebudayaan Jawa III dilaksanakan di Yogyakarta, 14-17 November 2022. Acara akbar bertema muluk dengan menggunakan diksi bawana. Tema ingin dipahami bersama: Kabudayan Jawa Anjayeng Bawana.
Diksi bawana sempat menimbulkan perdebatan. Sebulan lalu, perdebatan di Yogyakarta belum berbekal kamus-kamus. Sekian penjelasan diajukan dengan argumentasi berdasarkan kebahasaan, sejarah, dan ketokohan. Selama perdebatan, kamus-kamus lama dan baru belum disebut. Kita mengira wajar saat orang-orang bingung memilih diksi tepat: buwana atau bawana.
BACA JUGA: Makan(an): Bumi, Global, Keragaman (Bandung Mawardi)
Di Kamus Bahasa Jawa-Indonesia (2021), kita menemukan lema bawana di halaman 57. Bawana berarti “bumi” atau “buana”. Bawana termasuk arkais. Kata sudah berusia tua mungkin jarang lagi digunakan. Kita menduga dua pengertian itu belum lengkap bila mengikuti penjelasan untuk Kongres Kebudayaan Jawa III. Bawana diartikan “dunia”. Tafsir sederhana: kebudayaan Jawa ingin beeperan di dunia atau “mendunia”. Di pengertian agak berbeda, orang-orang mungkin membahasakan Jawa untuk dunia.
Kita mulai tergoda melacak buwana dan bawana dalam kamus-kamus lama. Kita membuka Maleisch-Hollandsch en Hollandsch-Maleisch (1906) susunan L Th Mayer. Di halaman 65, terbaca lema boewana diartikan wereld. Kita mengartikan itu dunia. Dulu, pengertian dunia dan bumi belum tentu sama. Buwana masuk dalam bahasa Melayu (Indonesia) berasal dari bahasa Sanskerta.
Kamus awal abad XX itu agak memandu bagi kita ingin mengerti sejarah penggunaan buwana sebagai gelar penguasa di Jawa. Di Jawa, gelar menggunakan diksi buwana mengarah ke Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Onghokham dalam buku berjudul Rakyat dan Negara (1991) menjelaskan: “Umpamanya, gelar pangeran mahkota menunjukkan kedudukannya seperti Mangkubumi. Sedangkan gelar ayahnya, sang raja, Hamengkubuwana atau Pakubuwana. Di sini jelas bumi dan buwana menunjukkan derajat kedudukan yang berbeda.”
BACA JUGA: Kamus 70 Tahun (Bandung Mawardi)
Di buku berjudul Katerangan Tegesing Temboeng-Temboeng: Baoesastra Tjilik (1940), WJS Poerwadarminta menandai bawana berasal dari bahasa Kawi. Di halaman 21, bawana berarti panggonan atau djagat. Pembaca mulai mengetahui bawana itu jagat, bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “dunia”. Di halaman 30, Poerwadarminta mengartikan boewana itu djagat atau tanah kang djembar. Di kamus kecil, bawana dan buwana berarti jagat.
Kita mulai berpikiran dua kata bisa digunakan bila diterjemahkan sebagai “dunia”. Kongres Kebudayaan Jawa III memilih menggunakan bawana, bukan buwana. Kita ingin memastikan terjemahan dalam bahasa Indonesia. Poerwadarminta dalam Baoesastra Djawi-Indonesia (1948) justru tak memuat lema bawana. Di situ, kita cuma menemukan lema boewana di halaman 29. Poerwadarminta mengartikan boewana itu benoea atau boeana. Contoh penggunaan kata: “benoea Asia”.
BACA JUGA: Makan dan Minum (Bandung Mawardi)
Kita berlanjut membuka Bausastra Djawa-Indonesia (1957) susunan S Prawiroatmodjo. Di halaman 30, kita menemukan lema bawana dengan arti “rumah, kediaman, bumi, buana.” Kita belum menemukan arti dunia. Di halaman 51, dicantumkan lema buwana berarti “benua” atau “buana”. Kita sudah membuka sekian kamus. Bawana dan buwana kadang memiliki pengertian sama tapi memungkinkan berbeda.
Penasaran ingin menemukan jawab. Kita membuka Kamus Praktis Jawa-Indonesia disusun L Mardiwarsito, Sri Sukesi Adiwimarta, dan Sri Timur Suratman. Kamus diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1985. Di halaman 26, bawana diartikan “dunia”. Di halaman 44, buwana berarti “buana”. Penasaran mengenai bawana dan buwana agak terjawab, setelah kita membuka kamus-kamus meski masih menginginkan penjelasan panjang bila digunakan dalam penulisan sejarah atau pengisahan peradaban Jawa. Begitu.
*Bandung Mawardi merupakan pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah.